Senin, 06 Januari 2014 | By: Sonie Adhetya (Hafizh An-Nafii'u)

Hidup Bahagia Dengan Akidah Islam

dakwatuna.com – Di antara tugas kita sebagai seorang muslim adalah menghubungkan hati dengan Allah swt., mengenal-Nya, dan menghidupkan rasa takut kepada-Nya. Allah swt. adalah Pencipta yang sudah seharusnya disembah, Dzat yang mempunyai sifat-sifat sempurna, dan suci dari sifat-sifat yang kurang.
Segala kebaikan ada di tangan-Nya. Segala sesuatu terjadi karena kehendak-Nya.
وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” [Ibrahim: 34].
Allah swt. adalah Rabb semesta alam, yang mengatur segala hal berhubungan dengan seluruh makhluk-Nya, yang menyediakan semua kebutuhan mereka, dan mengeluarkan mereka dari bahaya.
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ
“Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri.” [Al-An’am: 17].
Allah swt. mengabulkan doa orang yang berada dalam kondisi tidak berdaya menghadapi kesulitan, kemudian mengeluarkannya dari kesulitan tersebut:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi?  Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)?” [An-Naml: 62].
Demikianlah yang seharusnya dirasakan oleh setiap muslim. Akidah hendaknya menjadi nyawa yang menggerakkan seluruh persendiannya. Akidah hendaknya menjadi cahaya yang menerangi hatinya. Karena hanya dengan Allah swt., dia akan menjadi segalanya; tanpa-Nya dia bukanlah apa-apa.
Berikut ini akan kami sebutkan secara ringkas hal-hal yang diberikan akidah kepada seorang muslim:
Mengenalkan kepada Pencipta
Allah swt. lah yang menciptakan manusia dari ketiadaan.
هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” [Al-Insan: 1].
Demikianlah, akidah senantiasa memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu pikiran manusia. Pertanyaan yang jika tidak mendapatkan jawaban, akan bisa menghancurkan manusia sendiri. Berikut akan disampaikan sebuah perumpamaan penting akidah dalam menjadi berbagai pertanyaan yang ada di pikiran manusia.
Jika kita bayangkan seseorang yang tidur. Ketika bangun, dia mendapati dirinya berada di istana yang sangat megah. Dia disuguhi berbagai makanan dan minuman setiap waktu. Sedangkan dirinya tidak tahu siapa sebenarnya pemilik istana itu; siapa yang menyuguhinya makanan, minuman, dan pakaian, tanpa menampakkan dirinya.
Apakah orang seperti ini akan bisa tenang jiwanya dan nyaman hatinya sebelum mendapatkan jawaban pertanyaan-pertanyaan di manakah dia? Siapa pemilik istana itu? Siapa yang memberinya makanan, minuman, dan pakaian? Apa tujuan semua yang dilakukan pada dirinya? Berapa lama dia akan berada di istana itu? Kemudian seandainya saja datang seseorang yang jujur, dan mengatakan kepadanya, “Ini adalah istana yang diberikan Amir Fulan kepadamu sebagai imbalan atas perbuatan baikmu, dengan tujuan untuk memuliakan semua orang yang bekerja dan membalas orang yang ikhlas dalam kerjanya.” Kalau dia mendapat jawaban tersebut, bukankah dirinya akan tenang, puas, dan nyaman?
Demikian juga manusia yang mendapati dirinya ada dalam kehidupan ini, tidak mengetahui siapa yang menciptakannya, siapa yang memberinya rezeki, berapa lama akan tinggal, setelah habis masanya hendak kemana. Jika akidah bisa menjawab itu semua, maka hati manusia itu akan tenang, pikirannya tidak akan guncang, dan dia akan mengetahui alam sekitarnya. Tapi apabila tidak mendapat jawaban, dirinya akan terus berada dalam kebingungan, seperti orang yang terlunta-lunta dalam kehidupan. Tanpa akidah yang memberinya petunjuk, dan syariah yang menuntunnya, maka dirinya akan terpecah-pecah, bingung, tidak seimbang, dan tidak benar pikirannya.
Anugerah Istiqamah dan Kemuliaan Jiwa
Akidah akan mengajari manusia tentang kemuliaan jiwa, membersihkan jiwa dari hal-hal yang kotor, keji, fasiq dan sebagainya. Oleh karena itu akidah melarangnya berbuat keji dan dosa:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ
“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar.” [Al-A’raf: 33].
Akidah akan mengangkat manusia kepada derajatnya sebagai manusia; tidak akan membiarkannya jatuh dalam kubangan syahwatnya. Akidah akan menggariskan untuknya jalan yang lurus, membimbing langkahnya, mengangkat kepalanya, dan menaikkan semangatnya.
Akidah senantiasa mengajari dan menuntun. Orang yang membaca ayat-ayat Al-Qur’an akan melihat bagaimana aturan akhlak yang sangat unik, akan melihat bagaimana tarbiyah yang bisa mengangkat manusia hingga terbang jauh dari cakralawa kedhaliman, kejahatan, dan pemutar-balikan.
Di antara hal menakjubkan yang bisa kita lihat adalah bahwa akidah berkata kepada seorang muslim, “Janganlah berbuat dhalim, karena Allah swt. tidak pernah berbuat dhalim…Jangan menyakiti karena Allah swt. sangat sayang dan belas kasihan…
Umat manusia hanya bisa hidup bahagia dan tenteram dengan jiwa dan akhlak yang tinggi, yang akan menerangi keluarga dan masyarakat dengan cahaya, kejernihan, dan kesucian. Hal ini sangat diperlukan oleh setiap umat dan generasi yang ingin bangkit. Oleh karena itu, seorang da’i berkonsentrasi dalam menghidupkan akidah dalam jiwa-jiwa obyek dakwah sehingga ruh, pemikiran, dan langkah mereka menjadi tinggi, tidak rendah seperti hewan.
Menghadirkan Ketenangan dan Penuh Harap
Hal yang paling berpengaruh memberikan ketenangan dan harapan dalam hati adalah akidah, hubungan dengan Allah swt., tawakkal, mengikuti ajaran Allah swt., dan mengikuti sunnah Rasulullah saw. Allah swt. berfirman:
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [At-Taghabun: 11].
Ketenangan ini adalah kenikmatan dari Allah swt. yang diberikan kepada hati yang beriman. Hal itu sebagai tanda bahwa Allah swt. telah ridha, untuk meneguhkan hatinya dalam kehidupan dunia, dan untuk mendukungnya ketika menghadapi kebatilan. Hal ini seperti disebutkan dalam Al-Qur’an:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” [Al-Fath:4].
Kata “السَّكِينَةَ” adalah ketenangan, keteguhan, kewibawaan, yang masuk ke dalam hati seorang muslim, sehingga akan menyisihkan rasa takut dan gelisah, akan menjauhkan rasa khawatir dan lemah. Selanjutnya sakinah akan menhadirkan perasaan ma’iyatullah, (selalu bersama Allah swt.), dan bersama rahmat-Nya, sehingga akan ada keteguhan dan keyakinan dengan pertolongan Allah swt. yang lebih besar daripada peristiwa dan musibah yang sedang dihadapi. Dia akan tenang menghadapi ujian dan peristiwa besar. Bagaimana tidak, dia selalu bersama Allah swt.
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” [Al-Baqarah: 194].
Dia akan merasakan bahwa Allah swt. sangat dekat dengannya. Dengan mudah dia berdoa, memohon, mengeluh kepada Allah swt.:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” [Al-Baqarah: 186].
Oleh karena itu, ketenangan ini selalu bersama orang-orang yang beriman dalam setiap peritiwa berat. Sehingga hal itu menjadi salah satu faktor terpenting dalam menghadirkan kemenangan. Misalnya dalam perang Badar. Ketika dua pasukan bertemu dalam sebuah perang yang tidak seimbang dalam jumlah pasukan dan persenjataan, lalu hadirlah ketenangan, peneguhan, dan penguatan dari Allah swt. untuk orang-orang yang beriman. Keadaan berubah menjadi seimbang, bahkan orang-orang yang beriman itu lebih unggul atas pasukan orang-orang kafir berkat ketenangan tersebut. Karena ketenangan tersebut telah mengusir rasa takut, khawatir, dan rasa lemah.
Membekali Keberanian
Akidah memberi seorang mukmin keberanian dan kepatriotan. Keberanian itu bisa terwujud dalam berbagai medan kehidupan; keberanian melawan hawa nafsu, keberanian melawan kecenderungan hewani pada dirinya, dan sebagainya. Oleh karena itu, kita banyak mendapati orang yang membina kekuatan akidahnya membuat contoh yang sangat hebat dalam keistikomahan dan keteladanan. Sangat bertolak-belakang, karena sebelumnya dunia hanya mengenal kebodohan, cinta dunia, mengikuti hawa nafsu, dan sebagainya.
Dalam Al-Qur’an banyak disebutkan bagaimana akidah melahirkan keberanian dalam menghadapi ujian yang sangat berat, dan dalam melawan kebatilan. Orang-orang berakidah kuat tidak pernah takut dengan kematian, karena kematian dalam anggapan mereka adalah sebuah keniscayaan.
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ
“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu.” [Al-Jumu’ah: 8].
Sejarah telah banyak menyuguhkan kepada kita orang-orang yang sangat unik seperti ini. Misalnya adalah Uqbah bin Amir ra. yang terhenti laju kudanya di ujung barat benua Afrika. Kaki kudanya terangkat-angkat di atas air samudera Atlantik, seakan ingin terus melaju tapi air menghalanginya. Saat itu Uqbah ra. mengatakan sebuah kalimat yang dikenang sepanjang masa, “Demi Allah, wahai lautan, kalau aku tahu di belakangmu ada sebuah negeri maka aku akan terus melajukan kudaku untuk berjihad di jalan Allah swt.”
Hal yang sama dilakukan oleh Qutaibah ra. yang memimpin pasukan muslimin hingga sampai ke perbatasan negeri Cina, dan bertekad akan terus maju untuk berjihad di jalan Allah swt. Tapi ada salah seorang sahabatnya yang merasa khawatir atas keselamatannya, hingga akhirnya menasihatinya untuk tidak terburu-buru. Dia mengatakan, “Engkau sudah memasuki negeri-negeri Turki, wahai Qutaibah. Sedangkan peristiwa-peristiwa dalam sejarah itu akan selalu berubah, tidak selalu menang.” Dengan keberanian yang terus menggeloran Qutaibah mengatakan, “Kalau waktu sudah habis, tidak penting lagi persiapan.”
Mereka adalah orang-orang yang tumbuh-besar bersama asupan Al-Qur’an yang terus-menerus diberikan kepada mereka. Mereka sungguh yakin bahwa jalan yang mereka lalui akan mengantarkan mereka kepada kebahagiaan. Mereka banyak mengambil pelajaran dari kafilah-kafilah serupa yang telah lalu. Dengan sangat jelas Al-Qur’an menggambarkan mereka:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” [Al-Ahzab: 23]. (msa/dakwatuna)
Selasa, 07 Juni 2011 | By: Sonie Adhetya (Hafizh An-Nafii'u)

To be better and better

Perubahan tak dapat dihindarkan. Selama manusia berfikir, mereka akan menemukan sesuatu yang baru. Satu penemuan baru akan mempengaruhi kondisi hidup yang lainnya. Sebagai contoh ialah penemuan-penemuan baru dalam bidang teknologi informasi, membawa dampak ke berbagai bidang. Perkembangan teknologi informasi ini menyebabkan perubahanmelaju pada suatu kecepatan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Mari kita lihat berbagai komentar para ahli tentang bagaimana kita menyikapi perubahan.
Pekerjaan Anda adalah lebih menjadi seorang ahli perubahan daripada seorang korban
perubahan.
Brian Tracy
Pasar hanya membayar penghargaan-penghargaan unggul untuk prestasi yang unggul,
produk-produk unggul atau jasa unggul.
Mengidentifikasikan dan mengembangkan bidang keunggulan Anda adalah tugas pertama
manajemen.
Brian Tracy
Anda lihat, Brian Tracy (penulis dan ahli riset kesuksesan) begitu menekankan pada perubahan dan keunggulan sebagai modal keberhasilan kita. Kita harus menjadi ahli perubahan bukan korban perubahan, maksudnya kita harus bisa hidup dengan perubahan-perubahan yang ada di sekeliling kita. Jika tidak, kita akan tergilas oleh jaman, kita tidak akan bisa menyesuaikan diri dengan jaman.
Hal yang kedua ialan keunggulan. Salah satu perubahan yang menonjol dalam kehidupan kita ialah bertambahnya manusia secara terus menerus. Tentu saja setiap saat akan muncul manusia-manusia baru yang perlu hidup. Persaingan tidak dapat terelakan. Hanya orang-orang yang memiliki keunggulan atau memiliki produk dan jasa yang unggul yang dapat bersaing.
Dalam mengahadapi perubahan tersebut dan untuk menjadi manusia unggul ada satu jalan yang tidak boleh tidak harus kita lakukan, yaitu selalu memperbaiki diri terus-menerus. Kita harus lebih baik dari orang lain, pengetahuan dan keterampilan kita harus lebih baik agar bisa mengikuti perubahan yang terjadi. Begitu tepat apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya:
“Barang siapa yang hari ini sama saja dengan kemarin, merugilah dia. Jika hari ini lebih buruk dari kemarin, dia celaka.Dan beruntunglah bila hari ini lebih baik dari kemarin.”
(HR Bukhari)

Transaksi dengan allah

Sungguh indah cerita Tsabit dan Sebuah Apel, banyak hikmah yang bisa kita petik dari cerita ini. Akan sangat bermanfaat jika kita bisa mengambil hikmah tersebut dan menerapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Hal yang pertama adalah kejujuran. Saat ini kejujuran begitu sulit ditemui. Kejujuran sudah menjadi barang langka, jangankan untuk mengembalikan atau menghalalkan sepotong apel, uang triliunan rupiah dibawa kabur sambil tidak ada niat untuk mengembalikannya. Atau untuk hal-hal “kecil” seperti menggunakan aset kantor untuk keperluan pribadi, sudahkah kita menghalankannya?
Yang kedua ialah keshalihahan seorang muslimah sejati. Ini juga sudah langkah. Saat ini kita begitu sulitnya menemukan seorang muslimah yang “buta, bisu, tuli, dan lumpuh” dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Mungkin ada, tetapi begitu sulit menemukannya. Mungkin, bagi seorang laki-laki yang menginginkan muslimah seperti ini, setidaknya harus memiliki kejujuran yang dimiliki oleh Tsabit.
Dan yang ketiga ialah dampak dari sebuah transaksi dengan Allah. Tsabit setelah memakan setengah buah apel, terus mencari pemiliknya meskipun harus menempuh perjalanan sehari semalam. Suatu dampak akibat bertransaksi dengan Allah. Kemudian dia sanggup untuk menikahi anak pemilik kebun meskipun dikatakan bahwa putrinya tersebut buta, tuli, bisu, dan lumpuh.
Transaksi dengan Allah akan memberikan motivasi luar biasa kepada kita jika kita menyadari manfaatnya dari transaksi tersebut. yang jelas jika kita bertransaksi dengan Allah, kita tidak akan pernah rugi seperti dijelaskan dalam Al Quran,
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,(QS. Al Fathir:29)
Sudahkah kita melakukan transaksi dengan Allah? Sudah, bahkan sering diulang-ulang agar kita terus ingat, yaitu saat kita mengucapkan 2 kalimah syahadat. Jika kita memahami makna dua kalimah syahadat tersebut, kita akan tahu bahwa 2 kalimah tersebut adalah sebuah transaksi kehidupan kita dengan Allah yang sangat besar, melebihi transaksi kita di depan pengehulu, karena ini merupakan transaksi seluruh kehidupan kita.
Namun sayang, saya melihat banyak diantara umat Islam yang belum memahami makna sebenarnya dan lengkap dari 2 kalimah sahabat, mungkin baru sampai artinya saja, bahkan mungkin ada juga yang belum tahu artinya, dan yang paling parah, masih banyak yang membacanya saja masih salah. Mungkin inilah yang membuat motivasi bangsa ini begitu lemah, jangankan untuk berkontribusi kepada umat sebagai rahmatan lil’alamin, bahkan untuk diri sendirinya saja masih kurang.

Tumaninah dalam shalat

Setelah mendalami konsep pikiran lebih mendalam lagi, saya menemukan berbagai hikmah yang luar biasa dari ibadah-ibadah yang harus kita lakukan. Saya semakin sadar dan bersyukur atas kasih sayang Allah yang diberikan kepada kita melalui perintah melaksanakan berbagai ibadah ritual.
Tentu disini saya tidak akan membahas makna spiritual dalam shalat karena sudah banyak yang lebih ahli dari saya. Namun saya ingin membahas bagaimana peran tumaninah dalam shalat akan memberikan dampak yang besar dalam kehidupan kita. Salah satu hikmah lain dari shalat dengan tumaninah ialah kita akan mendapatkan energi hidup yang lebih besar.
Pantaslah jika Rasulullah saw dan para sahabat seolah memiliki energi yang tidak terbatas dalam berdakwah dan berjuang demi Islam. Kita yakin Rasulullah saw dan para sahabat melakukan shalat dengan tumaninah sehingga memberikan energi positif yang luar biasa pada diri beliau dan para sahabat.
Ketenangan dan jeda dalam melakukan sesuatu adalah salah satu bentuk pelatihan dalam mengontrol pikiran kita. Jika kita melalukan sesuatu dengan penuh ketenangan, maka pikiran akan lebih terkonsentrasi, tindakan kita akan diringi dengan kesadaran tinggi, dan kita bisa mengendalikan pikiran kita.
Pikiran yang tenang dan damai adalah pikiran yang penuh dengan energi yang melimpah karena tidak habis oleh pikiran-pikiran lain. Jika kita damai dan tenang, maka pikiran kita akan terpusat pada pikiran yang kita pilih dan akan menghasilkan energi yang luar biasa.
Seharusnya umat Islam yang selalu melakukan shalat dengan tumaninah setiap hari sudah melakukan latihan motivasi yang luar biasa. Seharusnya umat Islam saat ini adalah umat yang memiliki motivasi tinggi dan menghasilkan pencapaian yang luar biasa dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Namun apa yang kita lihat, ternyata justru sebaliknya. Ini artinya hanya sedikit umat Islam yang menjalankan ibadah dengan penuh kekhusyu’an dan tumaninah. Semua ini tergambar dari kondisi umat Islam saat ini. Ini juga menjadi bahan muhasabah bagi kita untuk menambah kualitas dan kuantitas ibadah kita.
Sekali lagi, motivasi tinggi hanyalah salah satu hikmah kecil, dibanding hikmah spiritual yang terdapat dalam shalat. Mungkin pemahaman ini adalah salah satu bentuk rahmat Allah untuk memberitahu bahwa kualitas shalat kita belum baik. Mari kita semua untuk senantiasa memperbaiki kualitas dan kuantitas ibadah kita, tentu saja termasuk diri saya yang masih banyak kekurangan. Semoga Allah membantu kita.

Urgensi berfikir

Berpikir adalah pekerjaan kita sehari-hari. Namun sayangnya, kebanyakan manusia hanya menggunakan sedikit sekali potensi berpikir. Padahal berpikir adalah kunci menuju sukses dan kebahagiaan. Bahkan, masih banyak orang yang belum mengerti proses berpikir tersebut. Dalam Al Quran, ada banyak kata yang kita artikan berpikir. Mengapa banyak? Karena memang masing-masing memiliki makna dan proses yang berbeda. Sejauh mana kita mengetahui cara berpikir? Jika caranya saja kita belum mengerti, bagaimana kita bisa melakukannya? Dan, kenapa harus report memikirkan tentang berpikir? Berpikir adalah menghadirkan dua pengetahuan untuk mendapatkan pengetahuan ketiga. Disebut tafakkur karena dalam semua proses itu menggunakan dan menghadirkan pikiran. Namun, berpikir tidak hanya disebut dengan istilah tafakur saja, masih ada istilah lain yang perlu kita fahami masing-masing agar kita mampu berpikir lebih baik dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kita.
Dan, disebut tadzakkur karena menghadirkan ilmu yang harus diingat-ingat setelah terlupa dan hilang.
Disebut nadhar karena melihat dengan mata hati pada hal yang dipikirkan.
Adapun disebut ta’ammul karena mengulang-ulang pikiran sampai terlihat jelas dan terbuka bagi hatinya.
Sementara itu, disebut i’tibar (wazan ifti’al dari kata ‘ubur yang berarti menyeberangi) karena dia menyeberang dari suatu hal ke hal yang lain; dia menyeberang dari hal yang dipikirkannya menuju ke pengetahuan ketiga. Yang disebut dengan pengetahuan ketiga ini adalah tujuan dalam i’tibar itu.
Oleh karenanya, hal itu pun disebut sebagai ‘ibrah. Kata Ibrah mengikuti wazan isim haal seperti kata jalsah, rikbah dan qitlah. Ini untuk menunjukkan bahwa ilmu dan pengetahuan telah menjadi haal (karakter) bagi pemiliknya.
Disebut tadabbur karena merupakan perenungan tentang akibat dan akhir suatu perkara.Jadi, arti mentadaburi suatu kalimat adalah memikirkannya dari bagian awal sampai akhir, kemudian mengulang-ulangi perenungannya. Oleh karena itu, bentuknya mengikuti wazan tafaa’ul, seperti tajarru’, tafahhum, dan tabayyun.
Dan disebut istibshar, wazan istif’al dari kata tabasshur yang berarti jelas dan tersingkapnya sesuatu hal di depan bashirah (mata hati).
Baik tadzakkur maupun tafakkur punya faedah masing-masing. Tadzakkur berarti hati mengulang-ulang apa yang diketahuinya agar tertanam dengan kuat di dalamnya, sehingga tidak terhapus dan pudar dari dalam hati secara keseluruhan. Adapun tafakur berarti memperbanyak ilmu dan mencari apa yang belum ada di hati. Jadi tafakur itu gunanya mencari ilmu dan tadzakkur berguna untuk menjaganya. Jadi, tafakkur dan tadzakkur adalah benih ilmu. Saling bertanya adalah siramannya, dan mudzakarah adalah pembuahannya. Kebaikan dan kebahagiaan itu tersimpan di dalam sebuah gudang, kuncinya adalah tafakkur. Jadi harus ada tafakkur dan ilmu. Apabila dari proses itu kemudian hati memperoleh ilmu, maka setiap orang yang melakukan suatu hal yang baik atau buruk pasti ada satu kondisi di hatinya yang terwarnai oleh ilmunya. Kondisi itu melahirkan iradah (kehendak), dan iradah melahirkan amal.
Sampai di sini ada lima hal:
1. berpikir,
2. buahnya, yaitu ilmu,
3. buah dari keduanya, yaitu keadaan yang terwujud bagi hati,
4. buah yang ditimbulkannya, yaitu iradah, dan
5. buah iradah, yaitu amal.
Dengan demikian, ilmu adalah titik permulaan dan kunci segala kebaikan.
Hal ini tentu membuktikan keutamaan dan kemuliaan tafakkur. Hal itu juga membuktikan bahwa tafakkur tergolong amal hati yang paling utama dan paling bermanfaat bagi hati itu sendiri; sampai dikatakan, “Tafakkur sesaat lebih baik dari ibadah setahun.” Hanya berpikir yang dapat mengubah seseorang dari matinya kecerdasan kepada hidupnya kesadaran, dari kebencian kepada cinta, dari rakus dan tamak menjadi zuhud dan qana’ah, dari penjara dunia ke cakrawala akhirat, dari sempitnya kebodohan ke lapangnya ilmu, dari penyakit syahwat dan cinta kehidupan fana ini ke sehatnya taobat kepada Allah dan mengesampingkan dunia, dari musibah buta, tuli, dan bisu ke nikmat melihat, mendengar, dan paham tentang Allah. Juga dari penyakit-penyakit syubhat (keraguan) ke sejuknya keyakinan dan tenteramnya dada.
[Sumber: Kunci Kebahagiaan, karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Penerbit Akbar Media Aksara]
Mudah-mudahan kita menjadi umat yang mau berpikir dengan sebaik-baiknya sehingga bisa mendapatkan manfaatnya yang luar biasa.

Tidak ada alasan untuk menyerah

Ya benar, tidak ada alasan untuk menyerah. Yang dimaksud menyerah bukan hanya menyerah saat kita mendapatkan kesulitan saja, tetapi menyerah menggapai apa yang kita cita-citakan. Banyak orang, yang ingin mencapai sesuatu, memiliki sesuatu, dan melakukan sesuatu, kemudian dia berhenti karena merasa tidak sanggup, itu pun sama dengan menyerah. Begitu juga, saat kita sedang menghadapi masalah besar. Tidak ada alasan untuk menyerah. Tidak ada alasan untuk tetap terpaku dan tidak peduli apa yang akan terjadi. Silahkan lanjutkan membaca, akan saya tunjukan bahwa tidak ada alasan untuk menyerah.
Tidak Perlu Menyerah: Karena Kita Pasti Sanggup
Sebesar apa pun masalah yang menimpa kita, insya Allah kita akan sanggup, sebab Allah tidak akan membebani kita di luar kesanggupan kita. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al Baqarah:286)
Saat kita melihat masalah begitu besarnya, itu artinya ada yang salah dengan diri kita. Tetaplah berlajar, bertanya, dan mintalah bantuan. Meminta bantuan tidak mengapa, yang penting jangan terus menggantungkan diri kepada orang lain.
Mengapa Menyerah? Bukankah Allah Mahakuasa?
Sebesar apa pun masalah kita. Sebesar apa pun tujuan kita. Semua kecil bagi Allah. Mengapa kita tidak meminta tolong kepada Allah? Banyak cara untuk mendapatkan pertolongan Allah:
Berdo’a
Tiada seorang berdo’a kepada Allah dengan suatu do’a, kecuali dikabulkanNya, dan dia memperoleh salah satu dari tiga hal, yaitu dipercepat terkabulnya baginya di dunia, disimpan (ditabung) untuknya sampai di akhirat, atau diganti dengan mencegahnya dari musibah (bencana) yang serupa. (HR. Ath-Thabrani)
Sabar dan Shalat
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. (QS Al Baqarah: 45)
Menolong Agama Allah
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad:7)
Dan masih banyak yang lainnya. Silahkan buka Al Quran dan Hadits, dimana kita bisa membaca bahwa Allah membuka lebar pintu pertolongan bagi hamba-Nya.
Tidak Perlu Menyerah: Mengatasi Masalah Dengan Apa Yang Ada
Apa pun yang Anda miliki saat ini, sudah cukup dan bisa dijadikan modal untuk mengatasi masalah Anda dan mencapai tujuan Anda. Selengkapnya bisa dibaca pada artikel Mengatasi Masalah Dengan Apa Yang Ada.
Tidak Perlu Menyerah: Itu Ujian Dari Allah
Semua kesulitan itu adalah ujian dari Allah. Selanjutnya, apakah kita mau bersabar atau menyerah? Jika kita bersabar dan ikhlas, insya Allah semuanya tidak akan sia-sia. Sebaliknya jika kita menyerah atau berputus asa, kita akan berdosa. Barangsiapa diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur, dizalimi lalu memaafkan dan menzalimi lalu beristighfar maka bagi mereka keselamatan dan mereka tergolong orang-orang yang memperoleh hidayah. (HR. Al-Baihaqi) Apa yang dibahas disini hanya baru sebagian kecil dari alasan agar tidak menyerah. Masih banyak lagi yang lainnya. Dari yang sedikit ini saja, insya Allah kita bisa melihat bahwa bagi kita orang yang beriman dan masih mau berusaha, tidak ada alasan untuk menyerah.

Renungan kekuatan diri

Kekuatan Untuk Menjalani Hidup
Setiap perjalanan akan selalu memerlukan kekuatan. Sebuah mobil tidak akan berjalan jika tidak memiliki kekuatan untuk membawa beban dirinya. Begitu juga dengan manusia, agar bisa menjalani hidupnya memerlukan sebuah kekuatan.
Seberapa besarkah kekuatan yang dibutuhkan oleh manusia agar sanggup menjalani hidupnya dengan baik? Kita tidak pernah tahu, namun yang jelas adalah potensi yang sudah kita miliki plus pertolongan dan bantuan Allah, kita dijamin akan sanggup menjalani hidup dengan beban sebesar apa pun.
Allah sudah menjamin hal ini, meski kekuatan manusia memang terbatas, tetapi semua beban yang kita hadapi masih berada dibawah kemampuan manusia itu.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al Baqarah: 286)
Saat Kekuatan Dirasa Kurang
Mungkin Anda pernah merasakan bahwa kekuatan yang kita miliki itu kurang. Serasa beban terlalu berat seolah kekuatan kita tidak cukup untuk menjalaninya. Jika kita yakin dengan firman Allah diatas, jelas kekurangan yang kita rasakan hanyalah prasangka saja.
Saat Anda merasa lemah, maka ingatlah ayat diatas. Yakinlah, bangunlah keyakinan pada diri Anda bahwa potensi yang Allah berikan kepada Anda sesungguhnya cukup untuk menghadapi beban yang kita pikul. Plus, kita masih bisa meminta bantuan dan pertolongan Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Keyakinan Akan Kekuatan Yang Semu
Mungkin, banyak orang yang mengatakan bahwa dia tahu dan beriman dengan ayat diatas. Dia mengatakan bahwa dia pasti sanggup menghadapi semua beban sebesar apa pun. Dia mengatakan bahwa potensi manusia itu adalah dahsyat. Dia mengatakan bahwa dia yakin dengan pertolongan Allah.
Namun betulkah? Ini yang patut kita renungkan. Betulkah kita sudah yakin atau hanya dalam mulut semata?
Mari kita periksa, apakah diri kita sudah mencerminkan pribadi yang memiliki keyakinan yang mantap akan kekuatan yang dimilikinya?
1. Masihkah kita mengeluh atas kesulitan dan beratnya hidup? Jika Anda memang yakin dengan kekuatan yang Anda miliki, kenapa harus mengeluh? Sebuah keluhan adalah pengakuan akan beratnya beban yang dihadapi. Keluhan adalah sebuah pengakuan bahwa kita merasa lemah tidak berdaya. Jika kita merasa kuat, kenapa harus mengeluh? Jalani saja, terjang semua halangan dan rintangan. Semua itu akan diwujudkan dengan tindakan, bukan dengan kata-kata keluhan.
2. Tidak memiliki cita-cita yang tinggi. Orang yang merasa lemah, dia tidak akan berani memiliki cita-cita yang tinggi. Hidupnya hanya untuk sekedar bisa berjalan saja, sebab apa yang ada dalam pikiran bawah sadarnya hanya sekedar bertahan. Bertahan saja susah, kenapa harus memikirkan yang besar? Sudahlah tidak usah muluk-muluk, bisa makan saja sudah cukup. Dan sebagainya. Semua itu adalah gambaran bahwa Anda merasa lemah.
3. Melepaskan diri dari beban yang berat, seperti tugas dakwah dan jihad. Dia akan membayangkan bagaimana beratnya tugas dakwah dan jihad. Maka dia melepaskan diri dengan berbagai dalih bahwa dia tidak sanggup, dia sibuk, dan sebagainya. Kalau pun dia berdakwah, dia hanya memilih yang ringan saja, yang tidak keluar dari zona nyaman dia. Ini adalah bagian saya, katanya. Saya hanya bisa melakukan hal ini. Sementara, dia menganggap tugas-tugas berat itu adalah tugas orang lain, bukan tugas dia. Saat dia yakin bahwa dakwah dan jihad adalah sebuah kewajiban, kanapa harus memilih yang ringan-ringan saja? Dia akan mengatakan, yang sesuai dengan kesanggupannya. Terbukti bahwa dia mengakui dirinya lemah. Kesanggupannya hanya sampai disana.
4. Tergantung atau menggantungkan diri pada kondisi. Dia takut akan perubahan yang mungkin terjadi. Bagaimana jika perubahan akan merusak bisnisnya? Bagaimana jika perubahan akan mengancam karirnya? Itu mungkin saja, perubahan akan selalu terjadi. Bisa jadi, bisnis Anda akan bangkrut akibat perubahan. Bisa jadi karir Anda tamat karena perubahan teknologi. Benar? Tidak. Bukan, bukan perubahan yang mengakibatkan bisnis hancur dan karir yang terancam, tetapi karena diri Andalah yang tidak menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Saat Anda takut, artinya Anda mengakui kelemahan diri.
5. Tergantung pada pekerjaan saat ini. Termasuk, saat Anda merasa takut kehilangan pekerjaan saat ini. Kalau saya berhenti, bagaimana dengan makan anak istri saya? Padahal, siapa yang bisa menjamin Anda akan terus memiliki pekerjaan? Jika Anda seseorang yang yakin dengan kekuatan yang dimilikinya, maka dia yakin akan sanggup mengatasi masalah ekonomi seandainya dia kehilangan pekerjaan. Takut akan kehilangan pekerjaan, adalah sebuah pengakuan bahwa diri lemah dan kurang meyakini potensi diri dan pertolongan Allah.
Anda bisa mendebat, Anda bisa berdalih atas apa yang ditulis diatas. Namun semua itu tidak akan ada gunanya, hanya mempertegas diri bahwa Anda kurang yakin akan kekuatan diri dan kekuatan pertolongan Allah.  Akan lebih bermanfaat, jika Anda meningkatkan keyakinan diri bahwa Anda sudah memiliki kekuatan yang cukup untuk mengatasi semua beban hidup dengan pertolongan Allah.